Alhamdulillah Puji puja dan sukurku tak
henti-hentinya kepada pemilik alam semesta ini, pengatur hidup makhluk
ini, pengasih dan penyayang setiap makhluknya, maha adil, maha
bijaksana, maha pengampun hambanya yang kembali kepadanya. Sholawat dan
Salam Allah, Malaikat dan semua makhluk, tetap tercurah tanpa
henti-hentinya kepada makhluk yang paling mulia, kekasih raja alam,
pemimpin manusia, Nabi muhammad SAW, beserta keluarga, para sohabat,
tabi’in, tabi’u tabi’in, dan semua yang mengikuti mereka hingga Akhir
alam ini.
Dari akun FB yang bernama
Syach Titan –>>Buat para syiah
Ali bin Abi Thalib mengakui dan mendukung
Abu Bakar sebagai Khalifah sebagaimana yg beliau sebut menjawab akam
Mu’awiyah bin Abu Sufyan ra Gubernur Syam: “Telah mengangkat kaum yg
mengangkat akan Abu Bakar, Umar, dan Ustman, baik orang yg hadir atau yg
tidak hadir untuk memilih yg lain atau menolaknya, karena musyawarah
dalam hal ini berlaku hanya bagi golongan Muhajirin dan Anshar. Bila
kedua golongan ini telah sepakat mengangkat seseorang menjadi
Imam(penguasa atau khalifah) MAKA ITULAH KERIDHAAN ALLOH. Siapa yg
keluar dari ketetapan ini berarti keluar dari kebenaran, mereka harus
dianjurkan untuk kembali, bila menolak maka mereka(orang banyak) harus
membunuhnya karena keluar dari jalan yang ditetapkan orang-orang
beriman, KEKUASAAN YANG TELAH DIKUASAKAN OLEH ALLOH. (Lihat Nahjul
Balaghah hal.366-367 yang ditahqiq Shubhi Shalih, cetakan Beirut).
Dan Ali berkata: “Kamu telah mengangkat
saya berdasarkan pengangkatan yang berlaku sebelum saya. Pilihan hanya
berlaku sebelum pengangkatan, sesudah pengangkatan tidak ada pilihan
lain lagi. (Lihat kitab Syi’ah Nasikhut Tawarikh juz 3 bab 2). Ini ayat
yang jelas bahwa kekhalifahan dibentuk atas dasar kesepakatan kaum
Muslimin, ini Ijma’.
Atas dasar perkataan Ali lah kekhalifahan
ini dari perkataan Ali yang mengatakan: “Kita ridha dengan qadla yang
telah ditetapkan oleh Alloh, dan kami menerima karena Alloh
perintah-NYA, maka aku menilik akan urusanku, maka ternyata ketaatanku
telah mendahului akan bai’atku, yaitu janji terpikul dikudukku untuk
lainku”. (Lihat Nahjul Balaghah hal.81 khotbah 37, cetakan Beirut yang
ditahqiq oleh Shubhi Shalih).
Ali bin Abi Thalib berkata: “Maka aku
berjalan ketika itumendapatkan Abu Bakar, lalu aku mengangkatnya, aku
tampil disaat itu….maka tetaplah kekuasaan Abu Bakar, berlaku jujur,
menggampangkan, saling mendekati dan berhati-hati. Maka aku selalu
mendampingi beliau(Abu Bakar) sebagai penasihat, aku mentaatinya selama
ia mentaati Alloh secara sungguh-sungguh”. (Lihat kitb Syi’ah Manarul
Huda karya Ali-Albahrany yg Syi’ah hal.373, juga Nasikhut Tawarikh juz 3
hal.532).
Diriwayatkan oleh At-Thusy dari Ali bin
Abi Thalib bahwa tatkala beliau berkumpul bersama kelompok yang
dikalahkan dalam perang Jamal, beliau berkata kepada mereka: “Maka kamu
mengangkat Abu Bakar dan membelot dari saya, maka aku angkat Abu
Bakarsebaimana kamu telah mengangkatnya…., maka aku angkat Umar
sebaimana kamu telah mengangkatnya, maka aku patuhi
pengangkatannya….,lalu kamu mengangkat Utsman bin Affan maka akupun
mengangkatnya, sedang aku duduk dirumahku, kemudian kamu mendatangiku
tanpa undangan dan tidak membenci seorangpun dari kamu. Lalu kalian
membai’atku sebagaimana kalian memba’iat Abu Bakar, Umar, dan Utsman.
Apa salahnya kalau kesetiaanmu kepada mereka itu kalian teruskan
kesetiaan kalian kepadaku”. (aL-Amali oleh At-Thusi, hal.121, cetakan
Nejef)
Apakah kekhalifahan itu di-Nash-kan(harus
berdasar Alqur’an dan hadits)???. Tentang ini ada dalil yang tegas
bahwa Ali bin Abi Thalib tidak berpendapat bahwa kekhalifahan dan Imamah
itu harus berdasarkan Nash, dan bahwa Imamah adalah janji Alloh yang
dijanjikan dari seseorang kepada yang lain. (Lihat Ushul Minal Kafy,
kitab Al-Hujjah juz 1 hal.227). Dan bahwa Imamah adalah janji dari
Rasululloh dari seseorang laki-laki kepada laki-laki yang lain. (Lihat
Ushul Minal Kafy, juz 1 hal.227).
Karena kalau Ali berpendapat harus dengan
Nash, maka Ali tidak akan mengakui kekhalifahan Abu Bakar, dan tidak
mungkin beliau menjadi penasihat Abu Bakar. Lebih-lebih lagi Ali
tidaklah akan berkata kepada Ali Jamal: “Kemudian kamu mendatangi saya
tanpa saya undang”, sebab bila beliau sendiri merasa menjadi Imam(kepala
Negara) menurut ketetapan Alloh tentulah panggilan mereka akan
senantiasa ditujukan kepada beliau, dan tidak pernah berkata kepada
mereka sebelum itu, sebagaimana yang beliau serukan untuk mengangkat
beliau sesudah wafatnya Ustman bin Affan: “Tinggalkanlah akan aku, dan
carilah selain aku, kami menghadapi persoalan yang punya berbagai rupa
dan warna., yang tak dimantapi oleh hati dan tidak ditetapkan oleh akal
sampai beliau mengatakan jika kamu meninggalkan akan aku maka aku
menjadi salah seorang dari kamu, dan mudah bagi aku menjadi orang paling
patuh dan tat terhadap orang yang kamu pilih mengendalikan urusan kamu,
DAN SAYA BAGIMU SEBAGAI WAZIR ADALAH LEBIH BAIK BAGIMU DARIPADA AKU
MENJADI AMIR(Khalifah)”. (Lihat Najhul Balaghah, khutbah 92, hal.136
cetakan Beirut)
Didalam kitab Nahjul Balaghah dituliskan
Imam Ali al-Murtadla berkata akan dirinya sendiri: “Aku menjadi pengikut
lebih baik daripada menjadi Imam”.
Hal ini menguatkan bahwa Ali sendiri
tidak sama pendapat beliau dengan orang-orang yang mengangkat beliau
sebagai yg diriwayatkan oleh Ibnu Abil Hadid dari Abdullah bin Abbas yg
berkata: “Keluat Ali as kepada orang banyak di dekat Rasul saw yg dalam
keadaan sakit, maka manusia berkata kepada beliau: “Bagaimana keadaan
Rasul saw wahai Abul Hasan?”. Ali menjawab: “Alhamdulillah keadaan
beliau cukup baik”. Berkata perawi: “Lali Abbas memegang tangan Ali,
lalu berkata: “Hai Ali engkau harus bertindak pemersatu mencegah
perpecahan, saya melihat bayangan maut diwajah rasul, sebagaimana aku
melihat bayangan maut di wajah semua keluarga Abdul Muthalib menghadapi
kematian, temuilah Rasul saw agar beliau menentikan siapa yang akan
memimpin, bila kita yang beliau tetapkan kita umumkan, dan bila orang
lain agar kita wasiatkan!”. Ali menjawab dengan tegas: “DEMI ALLOH TIDAK
AKAN AKU TANYAKAN AKAN HAL ITU, BILA BELIAU MELARANG KITA HARI INI
UNTUK JABATAN ITU, MAKA MANUSIA TIDAK AKAN MEMBERIKANNYA KEPADA KITA
KEMUDIAN HARI”. Berkata perawi: “Maka wafatlah Easul di hari itu”.
(Lihat Syarhum Nahjul Balaghah juz 1 hal.136).
At-Thabarsy juga mengutip dari perkataan
Muhammad Al-baqir bahwa Ali menetapkan akan kekuasaan(kekhilafahan) Abu
Bakar, mengakui akan keimanannya, turut mengangkatnya dengan
kekuasaannya, sebaimana yang disebutkan bahwa Usamah bin Zaid yang
mencintai Rasul tatkala ia siap untuk berangkat, Rasul berpulang ke
Al-Malaul A’la. Setelah Utsman menerima pemberitahuan akan kewafatan
Rasul saw itu, ia berpaling bersana pasukannya memasuki kota Madinah.
Maka tatkala ia melihat bahwa manusia untuk mengangkat Abu Bakar, ia
mendatangi Ali bin Abi Thalib bertanya: “Apa ini?”. Ali menjawab: “Ialah
sebagaimana yang engkau lihat”. Berkata Usamah: “Apakah engkau turut
mengangkatnya(Abu Bakar)??. Ali pun menjawab: “Iya”. (Al-Ihtijaj oleh
At-Thabarsy hal.50, cetakan Masyad Irak). Hal ini juga diakui oleh Ulama
Syi’ah Mutaakhirin dari Imam Syi’ah Muhammad Husain Kasyfil Ghita’ yang
menerangkan bahwa: Banyak para Sahabat tidak memilih Ali karena Ali bin
Abi Thalib masih Muda umurnya, atau karena bangsa Quraisy tak senang
kalau khilafah terkumpul di tangan Bani Hasyim sampai ia mengatakan
Khalifah pertama dan kedua benar-benar gesit dan giat menyebarkan
Tauhid. (Lihat kitab syi’ah Ahlis Syi’ah Wa Ushuluha, cetakan Darul
Bihar Beirut 1960 hal.91).
Kenapa Ali terlambat membai’at Abu Bakar?
Hal ini dijawab oleh Ibnu Abu Hadid: “Kemudain berdiri Abu Bakar,
berpidato kepada orang banyak dan menyatakan keuzurannya, berkata:
“Sungguh pengangkatan saya adalah kesilafan, mudah-mudahn Alloh
menghindarkan akan bahayanya, aku takut akan fitnah, Demi Alloh. Aku tak
pernah menginginkannya walau hanya satu hari, aku sudah diserahi tugas
yg amat berat lagi besar, aku merasa tak kuat dan tak mampu, aku ingin
agar ada orang yg lebih kuat yg menggantikanku. Begitulah Abu Bakar
mengakui keberatannya. Golongan Muhajirin menerima akan keberatannya dan
berkata Ali dan Zubair: “KITA TIDAK MARAH, KECUALI MELALUI MUSYAWARAH,
dan kami memandang Abu Bakar manusia paling berhak dengan pengangkatan
itu, karena ia adalah teman Rasul saw di dalam gua, kami mengetahui
pengalamannya, dan ialah yang diperintahkan Rasul saw untuk menggantikan
beliau untuk memimpin shalat disaat Rasul saw masih hidup”. (Lihat
Syarah Nahjul Balaghah oleh Ibnu Abil Hadid juz 1 hal.132).
Ibnu Abil Hadid mengemukakan riwayat lain
dalam Syarahnya, dari Abdullah bin Abu Aufa Al-khuza’iy mengatakan:
“Pernah Khalid bin Sa’id bin ‘Ash ialah seorang petugas Rasul saw di
daerah Yaman, setelah mendengar bahwa Rasul saw sudah wafat, ia dating
ke Madinah, didapatinya bahwa manusia sudah mengangkat Abu Bakar, ia
tidak langsung menemui Abu Bakar dan tidak turut mengangkatnya beberapa
hari setelah orang banyak mengangkatnya. Ia mendatangi Bani Hasyim
bertanya dan menyelidiki: “Bila kamu senang, kami pun senang, kalau kamu
menolak maka kami pun menolak, maka kabarkanlah kepadaku, apakah kamu
betul-betul telah mengangkat laki-laki itu(Abu Bakar)??”. Mereka
menjawab: “Iya”. Berkata Ali bin Abi Thalib: “Dengan Ridha jama’ah
kami”. Mereka berkata: “Iya”. Lalu ia berkata: “Maka saya juga ridha dan
turutmengangkatnya bila kamu sudah mengangkatnya. Lalu Demi Alloh wahai
Bani Hasyim, kamu sungguh pohon tinggi berbuah lezat”. Kemudian ia juga
mangangkat akan Abu Bakar. (Lihat Syarah Nahjul Balaghah juz 1
hal.134-135).
Dan telah berkata Ali bin Abi Thalib yang
dihadapkan kepada Thalhah dan Zubair: “DEMI ALLOH, TIDAK ADA KEINGINAN
BAGIKU UNTUK MENJADI KHALIFAH, HANYA KAMU YANG MENDESAK-DESAK AKU AKAN
MEMAKSA-MAKSAKU UNTUK MENDAPATKANNYA. (Lihat kitab Nahjul Balaghah
hal.322)
Hal ini pun diriwayatkan oleh Nashr bin
Muzahim yang Syi’iy, bahwa Muawiyyah bin Abu Sufyan pernah mengutus
Hubaib bin Maslamah al-Fahri, Syuharbil bin Samath dan Mu’an bin Yazid
untuk menghadap Ali guna untuk menuntut perkara pembunuhan Utsman Dzin
Nurain, lalu dijawab oleh Ali bin Abi Thalib dengan
pernyataannya_setelah hamdalah dan basmalah_’ama ba’du, bahwasanya Alloh
telah mengutus Nabi Muhammad saw yang dengan beliau Alloh telah
menyelamatkan dari kesesatan, dan dengan Beliau pula Alloh telah
mempersatukan umat sesudah ummat ini bercerai berai. Kemudian beliau
berpulang kepada Alloh, sedang beliau sendiri telah telah menunaikan
tugas dan kewajiban dengan baik. Setelah itu ALLOH MENJADIKAN ABU BAKAR
KHALIFAH, MENYUSUL UMAR, YANG KEDUA-DUANYA BERJALAN MULUS DAN BERLAKU
ADIL TERHADAP UMAT…..selanjutkan kekuasaan pemerintahan diserahkan
kepada Utsman, tetapi ada beberapa kebijakan beliau yang tak disenangi
umat, lalu umat unjuk rasa dan membunuhnya. Setelah itu umat datang
kepadaku(meminta aku menggntikan Utsman) SEDANG AKU TIDAK MAU MENDUDUKI
PUNCAK PEMERINTAHAN ITU. Namun mereka mengatakan kepadaku “Baiatlah”.
PERMINTAAN ITU TETAP KU TOLAK. Tetapi mereka tetap meminta aku supaya
aku mau berbaiat(untuk menjadi khalifah). Sebab-katanya-umat tidak ada
pilihan lain selain engkau, dan kami(para utusan) khawatir kalau engkau
menolak permintaan ini, umat akan kocar kacir. Begitulah, lalu kuturuti
permintaan mereka untuk berbai’at”. (Lihat kitab Syi’ah Shiffin hal.105,
cetakan Iran).
0 Comments