Assalamu’alaikum Warahmatulahi Ta’ala Wabarakatuh.
Para pembaca yang budiman, kita bertemu lagi dalam moment
berbagi ilmu. Seperti pada kesempatan yang kemarin bahwasanya untuk menambah
perbendaharaan ilmu dan menambah akan kadar iman pada diri kita, maka janganlah
ada rasa puas atas ilmu atau apa apa yang telah tertanam pada otak kita.
Semakin seseorang bertambah ilmunya, semakinlah ia merasa bodoh.
Tidak perlu muqoddimah yang panjang lebar, panjenengan semua
Insya Allah lebih berilmu dari pada penulis he..he.. Dalam kesempatan ini
penulis mencoba mengangkat sebuah tema yang berjudul :“Mengenal dan Memahami
Ilmu Hadits”
Alasan penulis mengangkat tema ini karena penulis
merasakan bahwa zaman sekarang ini banyak orang-orang yang salah asumsi akan
hadits. Disisi lain mungkin dikarenakan akan minimnya pengetahuan orang
tersebut dalam memahami Hadits Secara luas, nah disinilah kesempatan kita untuk
mengkaji Ilmu Hadits secara luas dan mendalam. Sekian semoga tulisan ini
bermanfaat, Selamat Membaca...
PENGERTIAN HADITS
Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan
ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan
ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama
Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits
merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.
Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering
dijadikan referensi hadits-haditsnya ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam
Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Nasa'i, dan Imam Ibnu
Majah.
Ada bermacam-macam hadits, seperti yang diuraikan di bawah
ini.
- Hadits
yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi
- Hadits Mutawatir
- Hadits Ahad
- Hadits Shahih
- Hadits Hasan
- Hadits Dha'if
- Menurut
Macam Periwayatannya
- Hadits yang bersambung
sanadnya (hadits Marfu' atau Maushul)
- Hadits yang terputus
sanadnya
- Hadits Mu'allaq
- Hadits Mursal
- Hadits Mudallas
- Hadits Munqathi
- Hadits Mu'dhol
- Hadits-hadits
dha'if disebabkan oleh cacat perawi
- Hadits Maudhu'
- Hadits Matruk
- Hadits Mungkar
- Hadits Mu'allal
- Hadits Mudhthorib
- Hadits Maqlub
- Hadits Munqalib
- Hadits Mudraj
- Hadits Syadz
- Beberapa
pengertian dalam ilmu hadits
- Beberapa
kitab hadits yang masyhur / populer
I. Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya
Perawi
I.A. Hadits Mutawatir
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari
beberapa sanad yang tidak mungkin sepakat untuk berdusta. Berita itu mengenai
hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera. Dan berita itu diterima dari
sejumlah orang yang semacam itu juga. Berdasarkan itu, maka ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi agar suatu hadits bisa dikatakan sebagai hadits Mutawatir :
1. Isi hadits itu harus
hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera.
2. Orang yang
menceritakannya harus sejumlah orang yang menurut ada kebiasaan, tidak mungkin
berdusta. Sifatnya Qath'iy.
3. Pemberita-pemberita
itu terdapat pada semua generasi yang sama.
I.B. Hadits Ahad
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih
tetapi tidak mencapai tingkat mutawatir. Sifatnya atau tingkatannya adalah
"zhonniy". Sebelumnya para ulama membagi hadits Ahad menjadi dua
macam, yakni hadits Shahih dan hadits Dha'if. Namun Imam At Turmudzy kemudian
membagi hadits Ahad ini menjadi tiga macam, yaitu:
I.B.1. Hadits Shahih
Menurut Ibnu Sholah, hadits shahih ialah hadits yang
bersambung sanadnya. Ia diriwayatkan oleh orang yang adil lagi dhobit (kuat
ingatannya) hingga akhirnya tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain
yang lebih shahih) dan tidak mu'allal (tidak cacat). Jadi hadits Shahih itu
memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
- Kandungan
isinya tidak bertentangan dengan Al-Qur'an.
- Harus
bersambung sanadnya
- Diriwayatkan
oleh orang / perawi yang adil.
- Diriwayatkan
oleh orang yang dhobit (kuat ingatannya)
- Tidak
syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih)
- Tidak
cacat walaupun tersembunyi.
I.B.2. Hadits Hasan
Ialah hadits yang banyak sumbernya atau jalannya dan
dikalangan perawinya tidak ada yang disangka dusta dan tidak syadz.
I.B.3. Hadits Dha'if
Ialah hadits yang tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan
oleh orang yang tidak adil dan tidak dhobit, syadz dan cacat.
II. Menurut Macam Periwayatannya
II.A. Hadits yang bersambung sanadnya
Hadits ini adalah hadits yang bersambung sanadnya hingga
Nabi Muhammad SAW. Hadits ini disebut hadits Marfu' atau Maushul.
II.B. Hadits yang terputus sanadnya
II.B.1. Hadits Mu'allaq
Hadits ini disebut juga hadits yang tergantung, yaitu hadits
yang permulaan sanadnya dibuang oleh seorang atau lebih hingga akhir sanadnya,
yang berarti termasuk hadits dha'if.
II.B.2. Hadits Mursal
Disebut juga hadits yang dikirim yaitu hadits yang
diriwayatkan oleh para tabi'in dari Nabi Muhammad SAW tanpa menyebutkan sahabat
tempat menerima hadits itu.
II.B.3. Hadits Mudallas
Disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya. Yaitu
hadits yang diriwayatkan oleh sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada
cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad ataupun pada gurunya. Jadi
hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.
II.B.4. Hadits Munqathi
Disebut juga hadits yang terputus yaitu hadits yang gugur
atau hilang seorang atau dua orang perawi selain sahabat dan tabi'in.
II.B.5. Hadits Mu'dhol
Disebut juga hadits yang terputus sanadnya yaitu hadits yang
diriwayatkan oleh para tabi'it dan tabi'in dari Nabi Muhammad SAW atau dari
Sahabat tanpa menyebutkan tabi'in yang menjadi sanadnya. Kesemuanya itu dinilai
dari ciri hadits Shahih tersebut di atas adalah termasuk hadits-hadits dha'if.
III. Hadits-hadits dha'if disebabkan oleh cacat perawi
III.A. Hadits Maudhu'
Yang berarti yang dilarang, yaitu hadits dalam sanadnya
terdapat perawi yang berdusta atau dituduh dusta. Jadi hadits itu adalah hasil
karangannya sendiri bahkan tidak pantas disebut hadits.
III.B. Hadits Matruk
Yang berarti hadits yang ditinggalkan, yaitu hadits yang
hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja sedangkan perawi itu dituduh
berdusta.
III.C. Hadits Mungkar
Yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi
yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang
terpercaya / jujur.
III.D. Hadits Mu'allal
Artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits
yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al
Atsqalani bahwa hadis Mu'allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi setelah
diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa disebut juga dengan hadits
Ma'lul (yang dicacati) atau disebut juga hadits Mu'tal (hadits sakit atau
cacat).
III.E. Hadits Mudhthorib
Artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidak
sama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan.
III.F. Hadits Maqlub
Artinya hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau
sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi).
III.G. Hadits Munqalib
Yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga
pengertiannya berubah.
III.H. Hadits Mudraj
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang
didalamnya terdapat tambahan yang bukan hadits, baik keterangan tambahan dari
perawi sendiri atau lainnya.
III.I. Hadits Syadz
Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
perawi yang tsiqah (terpercaya) yang bertentangan dengan hadits lain yang
diriwayatkan dari perawi-perawi (periwayat / pembawa) yang terpercaya pula.
Demikian menurut sebagian ulama Hijaz sehingga hadits syadz jarang dihapal
ulama hadits. Sedang yang banyak dihapal ulama hadits disebut juga hadits
Mahfudz.
IV. Beberapa pengertian (istilah) dalam ilmu hadits
IV.A. Muttafaq 'Alaih
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim dari sumber sahabat yang sama, atau dikenal juga dengan Hadits
Bukhari - Muslim.
IV.B. As Sab'ah
As Sab'ah berarti tujuh perawi, yaitu:
- Imam
Ahmad
- Imam
Bukhari
- Imam
Muslim
- Imam
Abu Daud
- Imam
Tirmidzi
- Imam
Nasa'i
- Imam
Ibnu Majah
IV.C. As Sittah
Yaitu enam perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam
Ahmad bin Hanbal.
IV.D. Al Khamsah
Yaitu lima perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam
Bukhari dan Imam Muslim.
IV.E. Al Arba'ah
Yaitu empat perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali
Imam Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim.
IV.F. Ats tsalatsah
Yaitu tiga perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam
Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah.
IV.G. Perawi
Yaitu orang yang meriwayatkan hadits.
IV.H. Sanad
Sanad berarti sandaran yaitu jalan matan dari Nabi Muhammad
SAW sampai kepada orang yang mengeluarkan (mukhrij) hadits itu atau mudawwin
(orang yang menghimpun atau membukukan) hadits. Sanad biasa disebut juga dengan
Isnad berarti penyandaran. Pada dasarnya orang atau ulama yang menjadi sanad
hadits itu adalah perawi juga.
IV.I. Matan
Matan ialah isi hadits baik berupa sabda Nabi Muhammad SAW,
maupun berupa perbuatan Nabi Muhammad SAW yang diceritakan oleh sahabat atau berupa
taqrirnya.
V. Beberapa kitab hadits yang masyhur / populer
- Shahih
Bukhari
- Shahih
Muslim
- Riyadhus
Shalihin
SANAD DAN MATAN
Sanad atau isnad secara bahasa artinya sandaran,
maksudnya adalah jalan yang bersambung sampai kepada matan, rawi-rawi yang meriwayatkan
matan hadits dan menyampaikannya. Sanad dimulai dari rawi yang awal (sebelum
pencatat hadits) dan berakhir pada orang sebelum Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam yakni Sahabat. Misalnya al-Bukhari meriwayatkan satu hadits, maka
al-Bukhari dikatakan mukharrij atau mudawwin (yang mengeluarkan hadits atau
yang mencatat hadits), rawi yang sebelum al-Bukhari dikatakan awal sanad
sedangkan Shahabat yang meriwayatkan hadits itu dikatakan akhir sanad.
Matan secara bahasa artinya kuat, kokoh, keras, maksudnya
adalah isi, ucapan atau lafazh-lafazh hadits yang terletak sesudah rawi dari
sanad yang akhir.
Para ulama hadits tidak mau menerima hadits yang datang
kepada mereka melainkan jika mempunyai sanad, mereka melakukan demikian sejak
tersebarnya dusta atas nama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dipelopori
oleh orang-orang Syi’ah.
Seorang Tabi’in yang bernama Muhammad bin Sirin (wafat tahun
110 H) rahimahullah berkata, “Mereka (yakni para ulama hadits) tadinya tidak
menanyakan tentang sanad, tetapi tatkala terjadi fitnah, mereka berkata,
‘Sebutkan kepada kami nama rawi-rawimu, bila dilihat yang menyampaikannya Ahlus
Sunnah, maka haditsnya diterima, tetapi bila yang menyampaikannya ahlul bid’ah,
maka haditsnya ditolak.’”[1]
Kemudian, semenjak itu para ulama meneliti setiap sanad yang
sampai kepada mereka dan bila syarat-syarat hadits shahih dan hasan terpenuhi,
maka mereka menerima hadits tersebut sebagai hujjah, dan bila syarat-syarat
tersebut tidak terpenuhi, maka mereka menolaknya.
Abdullah bin al-Mubarak (wafat th. 181 H) rahimahullah
berkata: “Sanad itu termasuk dari agama, kalau seandainya tidak ada sanad, maka
orang akan berkata sekehendaknya apa yang ia inginkan"[2]
Para ulama hadits telah menetapkan kaidah-kaidah dan
pokok-pokok pembahasan bagi tiap-tiap sanad dan matan, apakah hadits tersebut
dapat diterima atau tidak. Ilmu yang membahas tentang masalah ini ialah ilmu
Mushthalah Hadits.
PEMBAGIAN AS-SUNNAH MENURUT SAMPAINYA KEPADA KITA
As-Sunnah yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam kepada kita dilihat dari segi sampainya dibagi menjadi dua, yaitu
mutawatir dan ahad. Hadits mutawatir ialah berita dari Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang disampaikan secara bersamaan oleh orang-orang
kepercayaan dengan cara yang mustahil mereka bisa bersepakat untuk berdusta.
Hadits mutawatir mempunyai empat syarat yaitu:
[1]. Rawi-rawinya tsiqat dan mengerti terhadap apa
yang dikabarkan dan (menyampaikannya) dengan kalimat pasti.
[2]. Sandaran penyampaian kepada sesuatu yang konkret,
seperti penyaksian atau mendengar langsung, seperti:
"sami'tu" = aku mendengar
"sami'na" = kami mendengar
"roaitu" = aku melihat
"roainaa" = kami melihat
[3]. Bilangan (jumlah) mereka banyak, mustahil menurut adat mereka berdusta.
[4]. Bilangan yang banyak ini tetap demikian dari mulai awal sanad, pertengahan sampai akhir sanad, rawi yang meriwayatkannya minimal 10 orang.[3]
Hadits ahad ialah hadits yang derajatnya tidak sampai ke
derajat mutawatir. Hadits-hadits ahad terbagi menjadi tiga macam.
[a]. Hadits masyhur, yaitu hadits yang diriwayatkan dengan 3
sanad.
[b]. Hadits ‘aziz, yaitu hadits yang diriwayatkan dengan 2
sanad.
MENGENAL ILMU HADITS
Definisi Musthola'ah Hadits
HADITS ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan, taqrir, dan sebagainya.
ATSAR ialah sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat Nabi Muhammad SAW.
TAQRIR ialah keadaan Nabi Muhammad SAW yang mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.
SAHABAT ialah orang yang bertemu Rosulullah SAW dengan pertemuan yang wajar sewaktu beliau masih hidup, dalam keadaan islam lagi beriman dan mati dalam keadaan islam.
TABI'IN ialah orang yang menjumpai sahabat, baik perjumpaan itu lama atau sebentar, dan dalam keadaan beriman dan islam, dan mati dalam keadaan islam.
MATAN ialah lafadz hadits yang diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW, atau disebut juga isi hadits.
Unsur-Unsur Yang Harus Ada Dalam Menerima Hadits
Rawi, yaitu orang yang menyampaikan atau menuliskan
hadits dalam suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari
seseorang atau gurunya. Perbuatannya menyampaikan hadits tersebut dinamakan
merawi atau meriwayatkan hadits dan orangnya disebut perawi hadits.
Sistem Penyusun Hadits Dalam Menyebutkan Nama Rawi
- As
Sab'ah berarti diriwayatkan oleh tujuh perawi, yaitu :
1. Ahmad
2. Bukhari
3. Turmudzi
4. Nasa'i
5. Muslim
6. Abu
Dawud
7. Ibnu
Majah
- As
Sittah berarti diriwayatkan oleh enam perawi yaitu : Semua nama yang
tersebut diatas (As Sab'ah) selain Ahmad
- Al
Khomsah berarti diriwayatkan oleh lima perawi yaitu : Semua nama yang
tersebut diatas (As Sab'ah) selain Bukhari dan Muslim
- Al
Arba'ah berarti diriwayatkan oleh empat perawi yaitu : Semua nama yang
tersebut diatas (As Sab'a) selain Ahmad, Bukhari dan Muslim.
- Ats
Tsalasah berarti diriwayatkan oleh tiga perawi yaitu : Semua nama yang
tersebut diatas (As Sab'ah) selain Ahmad, Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah.
- Asy
Syaikhon berarti diriwayatkan oleh dua orang perawi yaitu : Bukhari dan
Muslim
- Al
Jama'ah berarti diriwayatkan oleh para perawi yang banyak sekali jumlahnya
(lebih dari tujuh perawi / As Sab'ah).
Matnu'l Hadit
Adalah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang berakhir
pada sanad yang terakhir. Baik pembicaraan itu sabda Rosulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam, sahabat ataupun tabi'in. Baik isi pembicaraan itu
tentang perbuatan Nabi, maupun perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi
Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam .
Sanad atau Thariq
Adalah jalan yang dapat menghubungkan matnu'l hadits kepada
Nabi MuhammadShallallahu 'Alaihi Wa Sallam .
Gambaran Sanad
Untuk memahami pengertian sanad, dapat digambarkan sebagai
berikut: Sabda Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
didengar oleh sahabat (seorang atau lebih). Sahabat ini (seorang atau lebih)
menyampaikan kepada tabi'in (seorang atau lebih), kemudian tabi'in menyampaikan
pula kepada orang-orang dibawah generasi mereka. Demikian seterusnya hingga
dicatat oleh imam-imam ahli hadits seperti Muslim, Bukhari, Abu Dawud, dll.
Contoh:
Waktu meriwayatkan hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Bukhari berkata hadits ini diucapkan kepada saya oleh A, dan A berkata diucapkan kepada saya oleh B, dan B berkata diucapkan kepada saya oleh C, dan C berkata diucapkan kepada saya oleh D, dan D berkata diucapkan kepada saya oleh Nabi Muhammad.
Waktu meriwayatkan hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Bukhari berkata hadits ini diucapkan kepada saya oleh A, dan A berkata diucapkan kepada saya oleh B, dan B berkata diucapkan kepada saya oleh C, dan C berkata diucapkan kepada saya oleh D, dan D berkata diucapkan kepada saya oleh Nabi Muhammad.
Awal Sanad dan akhir Sanad
Menurut istilah ahli hadits, sanad itu ada permulaannya
(awal) dan ada kesudahannya (akhir). Seperti contoh diatas yang disebut awal
sanad adalah A dan akhir sanad adalah D.
Klasifikasi Hadits
Klasifikasi hadits menurut dapat (diterima) atau
ditolaknya hadits sebagai hujjah (dasar hukum) adalah:
- Hadits
Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil,
sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat dan tidak janggal.
Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang
dapat menodai keshohihan suatu hadits.
- Hadits
Makbul adalah hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima
sebagai Hujjah. Yang termasuk hadits makbul adalah Hadits Shohih dan
Hadits Hasan.
- Hadits
Hasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, tapi tidak
begitu kuat ingatannya (hafalan), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat
illat serta kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang
Makbul, biasanya dibuat hujjah buat sesuatu hal yang tidak terlalu berat
atau terlalu penting.
- Hadits
Dhoif adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari
syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits Dhoif banyak macam
ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak
atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak
dipenuhinya.
Syarat-syarat Hadits Shohih
Suatu hadits dapat dinilai shohih apabila telah memenuhi 5
Syarat :
- Tidak
bertentangan dengan Qur’an
- Rawinya
bersifat Adil
- Sempurna
ingatan
- Sanadnya
tidak terputus
- Hadits
itu tidak berillat dan
- Hadits
itu tidak janggal
Arti Adil dalam periwayatan, seorang rawi harus memenuhi 4
syarat untuk dinilai adil, yaitu :
- Selalu
memelihara perbuatan taat dan menjahui perbuatan maksiat.
- Menjauhi
dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun.
- Tidak
melakukan perkara-perkara Mubah yang dapat menggugurkan iman kepada kadar
dan mengakibatkan penyesalan.
- Tidak
mengikuti pendapat salah satu madzhab yang bertentangan dengan dasar
Syara'.
Klasifikasi Hadits Dhoif berdasarkan kecacatan perawinya
- Hadits
Maudhu': adalah hadits yang diciptakan oleh seorang pendusta yang ciptaan
itu mereka katakan bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik hal itu disengaja
maupun tidak.
- Hadits
Matruk: adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan
oleh orang yang dituduh dusta dalam perhaditsan.
- Hadits
Munkar: adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan
oleh orang yang banyak kesalahannya, banyak kelengahannya atau jelas
kefasiqkannya yang bukan karena dusta. Di dalam satu jurusan jika ada
hadits yang diriwayatkan oleh dua hadits lemah yang berlawanan, misal yang
satu lemah sanadnya, sedang yang satunya lagi lebih lemah sanadnya, maka
yang lemah sanadnya dinamakan hadits Ma'ruf dan yang lebih lemah dinamakan
hadits Munkar.
- Hadits
Mu'allal (Ma'lul, Mu'all): adalah hadits yang tampaknya baik, namun
setelah diadakan suatu penelitian dan penyelidikan ternyata ada cacatnya.
Hal ini terjadi karena salah sangka dari rawinya dengan menganggap bahwa
sanadnya bersambung, padahal tidak. Hal ini hanya bisa diketahui oleh
orang-orang yang ahli hadits.
- Hadits
Mudraj (saduran): adalah hadits yang disadur dengan sesuatu yang bukan
hadits atas perkiraan bahwa saduran itu termasuk hadits.
- Hadits
Maqlub: adalah hadits yang terjadi mukhalafah (menyalahi hadits lain),
disebabkan mendahului atau mengakhirkan.
- Hadits
Mudltharrib: adalah hadits yang menyalahi dengan hadits lain terjadi
dengan pergantian pada satu segi yang saling dapat bertahan, dengan tidak
ada yang dapat ditar- jihkan (dikumpulkan).
- Hadits
Muharraf: adalah hadits yang menyalahi hadits lain terjadi disebabkan
karena perubahan Syakal kata, dengan masih tetapnya bentuk tulisannya.
- Hadits
Mushahhaf: adalah hadits yang mukhalafahnya karena perubahan titik kata,
sedang bentuk tulisannya tidak berubah.
- Hadits
Mubham: adalah hadits yang didalam matan atau sanadnya terdapat seorang
rawi yang tidak dijelaskan apakah ia laki-laki atau perempuan.
- Hadits
Syadz (kejanggalan): adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang
makbul (tsiqah) menyalahi riwayat yang lebih rajih, lantaran mempunyai
kelebihan kedlabithan atau banyaknya sanad atau lain sebagainya, dari segi
pentarjihan.
- Hadits
Mukhtalith: adalah hadits yang rawinya buruk hafalannya, disebabkan sudah
lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau hilang kitab-kitabnya.
Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan gugurnya rawi
- Hadits
Muallaq: adalah hadits yang gugur (inqitha') rawinya seorang atau lebih
dari awal sanad.
- Hadits
Mursal: adalah hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seseorang setelah
tabi'in.
- Hadits
Mudallas: adalah hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan,
bahwa hadits itu tiada bernoda. Rawi yang berbuat demikian disebut
Mudallis.
- Hadits
Munqathi': adalah hadits yang gugur rawinya sebelum sahabat, disatu
tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak
berturut-turut.
- Hadits
Mu'dlal: adalah hadits yang gugur rawi-rawinya, dua orang atau lebih
berturut turut, baik sahabat bersama tabi'in, tabi'in bersama tabi'it
tabi'in, maupun dua orang sebelum sahabat dan tabi'in.
Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan sifat matannya
- Hadits
Mauquf: adalah hadits yang hanya disandarkan kepada sahabat saja, baik
yang disandarkan itu perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya bersambung
atau terputus.
- Hadits
Maqthu': adalah perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi'in
serta di mauqufkan padanya, baik sanadnya bersambung atau tidak.
Apakah Boleh Berhujjah dengan hadits Dhoif ?
Para ulama sepakat melarang meriwayatkan hadits dhoif yang
maudhu' tanpa menyebutkan kemaudhu'annya. Adapun kalau hadits dhoif itu bukan
hadits maudhu' maka diperselisihkan tentang boleh atau tidaknya diriwayatkan
untuk berhujjah. Berikut ini pendapat yang ada yaitu:
Pendapat Pertama Melarang secara mutlak
meriwayatkan segala macam hadits dhoif, baik untuk menetapkan hukum, maupun
untuk memberi sugesti amalan utama. Pendapat ini dipertahankan oleh Abu Bakar
Ibnul 'Araby.
Pendapat Kedua Membolehkan, kendatipun
dengan melepas sanadnya dan tanpa menerangkan sebab-sebab kelemahannya, untuk
memberi sugesti, menerangkan keutamaan amal (fadla'ilul a'mal dan
cerita-cerita, bukan untuk menetapkan hukum-hukum syariat, seperti halal dan
haram, dan bukan untuk menetapkan aqidah-aqidah).
Para imam seperti Ahmad bin hambal, Abdullah bin al Mubarak
berkata: "Apabila kami meriwayatkan hadits tentang
halal, haram dan hukum-hukum, kami perkeras sanadnya dan kami kritik
rawi-rawinya. Tetapi bila kami meriwayatkan tentang keutamaan, pahala dan siksa
kami permudah dan kami perlunak rawi-rawinya."
Karena itu, Ibnu Hajar Al Asqalany termasuk ahli hadits yang
membolehkan berhujjah dengan hadits dhoif untuk fadla'ilul amal. Ia memberikan
3 syarat dalam hal meriwayatkan hadits dhoif, yaitu:
- Hadits
dhoif itu tidak keterlaluan. Oleh karena itu, untuk hadits-hadits dhoif
yang disebabkan rawinya pendusta, tertuduh dusta, dan banyak salah, tidak
dapat dibuat hujjah kendatipun untuk fadla'ilul amal.
- Dasar
amal yang ditunjuk oleh hadits dhoif tersebut, masih dibawah satu dasar
yang dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan (shahih dan hasan)
- Dalam
mengamalkannya tidak mengitikadkan atau menekankan bahwa hadits tersebut
benar-benar bersumber kepada nabi, tetapi tujuan mengamalkannya hanya
semata mata untuk ikhtiyath (hati-hati) belaka.
Klasifikasi hadits dari segi sedikit atau banyaknya rawi
:
[1] Hadits Mutawatir: adalah suatu hadits hasil
tanggapan dari panca indra, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang
menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta.
Syarat syarat hadits mutawatir
- Pewartaan
yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan panca
indra. Yakni warta yang mereka sampaikan itu harus benar benar hasil
pendengaran atau penglihatan mereka sendiri.
- Jumlah
rawi-rawinya harus mencapai satu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka
bersepakat bohong/dusta.
- Adanya
keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam lapisan pertama dengan jumlah
rawi-rawi pada lapisan berikutnya. Kalau suatu hadits diriwayatkan oleh 5
sahabat maka harus pula diriwayatkan oleh 5 tabi'in demikian seterusnya,
bila tidak maka tidak bisa dinamakan hadits mutawatir.
[2] Hadits Ahad: adalah hadits yang tidak
memenuhi syarat syarat hadits mutawatir.
Klasifikasi hadits Ahad
- Hadits
Masyhur: adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 orang rawi atau lebih,
serta belum mencapai derajat mutawatir.
- Hadits
Aziz: adalah hadits yang diriwayatkan oleh 2 orang rawi, walaupun 2 orang
rawi tersebut pada satu thabaqah (lapisan) saja, kemudian setelah itu
orang-orang meriwa- yatkannya.
- Hadits
Gharib: adalah hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri
dalam meriwayatkan, dimana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi.
Hadits Qudsi atau Hadits Rabbani atau Hadits Ilahi
Adalah sesuatu yang dikabarkan oleh Allah kepada nabiNya
dengan melalui ilham atau impian, yang kemudian nabi menyampaikan makna dari
ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri.
Perbedaan Hadits Qudsi dengan hadits Nabawi
Pada hadits qudsi biasanya diberi ciri ciri dengan dibubuhi
kalimat-kalimat :
- Qala
( yaqalu ) Allahu
- Fima
yarwihi 'anillahi Tabaraka wa Ta'ala
- Lafadz
lafadz lain yang semakna dengan apa yang tersebut diatas.
Perbedaan Hadits Qudsi dengan Al-Qur'an:
- Semua
lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah mukjizat dan mutawatir, sedang hadits qudsi
tidak demikian.
- Ketentuan
hukum yang berlaku bagi Al-Qur'an, tidak berlaku pada hadits qudsi.
Seperti larangan menyentuh, membaca pada orang yang berhadats, dll.
- Setiap
huruf yang dibaca dari Al-Qur'an memberikan hak pahala kepada pembacanya.
- Meriwayatkan
Al-Qur'an tidak boleh dengan maknanya saja atau mengganti lafadz
sinonimnya, sedang hadits qudsi tidak demikian.
Bid'ah
Yang dimaksud dengan bid'ah ialah sesuatu bentuk ibadah yang dikategorikan dalam menyembah Allah yang Allah sendiri tidak memerintahkannya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak menyontohkannya, serta para sahabat-sahabat RasulullahShallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak menyontohkannya.
Yang dimaksud dengan bid'ah ialah sesuatu bentuk ibadah yang dikategorikan dalam menyembah Allah yang Allah sendiri tidak memerintahkannya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak menyontohkannya, serta para sahabat-sahabat RasulullahShallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak menyontohkannya.
Kewajiban sebagai seorang muslim adalah mengingatkan amar
ma'ruf nahi munkar kepada saudara-saudara seiman yang masih sering mengamalkan
amalan-amalan ataupun cara-cara bid'ah.
Alloh berfirman, dalam QS Al-Maidah ayat 3, "Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu." Jadi tidak
ada satu halpun yang luput dari penyampaian risalah oleh Nabi. Sehingga jika
terdapat hal-hal baru yang berhubungan dengan ibadah, maka itu adalah bid'ah.
"Kulu bid'ah dholalah..." semua bid'ah
adalah sesat (dalam masalah ibadah). "Wa dholalatin fin
Naar..." dan setiap kesesatan itu adanya dalam neraka.
Beberapa hal seperti speaker, naik pesawat, naik mobil,
pakai pasta gigi, tidak dapat dikategorikan sebagai bid'ah. Semua hal ini tidak
dapat dikategorikan sebagai bentuk ibadah yang menyembah Allah. Ada tata cara
dalam beribadah yang wajib dipenuhi, misalnya dalam hal sembahyang ada ruku,
sujud, pembacaan al-Fatihah, tahiyat, dst. Ini semua adalah wajib dan siapa pun
yang menciptakan cara baru dalam sembahyang, maka itu adalah bid'ah. Ada tata
cara dalam ibadah yang dapat kita ambil hikmahnya. Seperti pada zaman Rasul Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam menggunakan siwak, maka sekarang menggunakan sikat
gigi dan pasta gigi, terkecuali beberapa muslim di Arab, India, dst.
Menemukan hal baru dalam ilmu pengetahuan bukanlah bid'ah,
bahkan dapat menjadi ladang amal bagi umat muslim. Banyak muncul hadits-hadits
yang bermuara (matannya) kepada hal bid'ah. Dan ini sangat sulit sekali untuk
diingatkan kepada para pengamal bid'ah.
Apakah yang menyebabkan timbulnya Hadits-Hadits Palsu?
Didalam Kitab Khulaashah Ilmil Hadits dijelaskan bahwa kabar
yang datang pada Hadits ada tiga macam:
- Yang
wajib dibenarkan (diterima).
- Yang
wajib ditolak (didustakan, tidak boleh diterima) yaitu Hadits yang
diadakan orang mengatasnamakan Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam.
- Yang
wajib ditangguhkan (tidak boleh diamalkan) dulu sampai jelas penelitian
tentang kebenarannya, karena ada dua kemungkinan. Boleh jadi itu adalah
ucapan Nabi dan boleh jadi pula itu bukan ucapan Nabi Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam (dipalsukan atas nama Nabi Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam).
Untuk mengetahui apakah Hadits itu palsu atau tidak, ada
beberapa cara, diantaranya:
- Atas
pengakuan orang yang memalsukannya. Misalnya Imam Bukhari pernah
meriwayatkan dalam Kitab Taarikhut Ausath dari 'Umar bin Shub-bin bin
'Imran At-Tamiimy sesungguhnya dia pernah berkata, artinya: Aku pernah
palsukan khutbah Rosululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
Maisaroh bin Abdir Rabbik Al-Farisy pernah mengakui bahwa dia sendiri
telah memalsukan Hadits hadits yang berhubung-an dengan Fadhilah Qur'an
(Keutamaan Al-Qur'an) lebih dari 70 hadits, yang sekarang banyak diamalkan
oleh ahli-ahli Bid'ah. Menurut pengakuan Abu 'Ishmah Nuh bin Abi Maryam
bahwa dia pernah memalsukan dari Ibnu Abbas beberapa Hadits yang hubungannya
dengan Fadhilah Qur'an satu Surah demi Surah. (Kitab Al-Baa'itsul
Hatsiits).
- Dengan
memperhatikan dan mempelajari tanda-tanda/qorinah yang lain yang
dapat menunjukkan bahwa Hadits itu adalah Palsu. Misalnya dengan melihat
dan memperhatikan keadaan dan sifat perawi yang meriwayatkan Hadits itu.
- Terdapat
ketidaksesuaian makna dari matan (isi cerita) hadits tersebut dengan
Al-Qur'an. Hadits tidak pernah bertentangan dengan apa yang ada dalam
ayat-ayat Qur'an.
- Terdapat
kekacauan atau terasa berat didalam susunannya, baik lafadznya ataupun
ditinjau dari susunan bahasa dan Nahwunya (grammarnya).
Sebab-sebab terjadi atas timbulnya Hadits-hadits Palsu
- Adanya
kesengajaan dari pihak lain untuk merusak ajaran Islam. Misalnya dari kaum
Orientalis Barat yang sengaja mempelajari Islam untuk tujuan meng-
hancurkan Islam (seperti Snouck Hurgronje).
- Untuk
menguatkan pendirian atau madzhab suatu golongan tertentu. Umumnya dari
golongan Syi'ah, golongan Tareqat, golongan Sufi, para Ahli Bid'ah,
orang-orang Zindiq, orang yang menamakan diri mereka Zuhud, golongan
Karaamiyah, para Ahli Cerita, dan lain-lain. Semua yang tersebut ini
membolehkan untuk meriwayatkan atau mengadakan Hadits-hadits Palsu yang
ada hubungannya dengan semua amalan-amalan yang mereka kerjakan. Yang
disebut 'Targhiib' atau sebagai suatu ancaman yang yang terkenal dengan
nama 'At-Tarhiib'.
- Untuk
mendekatkan diri kepada Sultan, Raja, Penguasa, Presiden, dan lain-lainnya
dengan tujuan mencari kedudukan.
- Untuk
mencari penghidupan dunia (menjadi mata pencaharian dengan menjual
hadits-hadits Palsu).
- Untuk
menarik perhatian orang sebagaimana yang telah dilakukan oleh para ahli
dongeng dan tukang cerita, juru khutbah, dan lain-lainnya.
Hukum meriwayatkan Hadits-hadits Palsu
- Secara
Muthlaq, meriwayatkan hadits-hadits palsu itu hukumnya haram bagi mereka
yang sudah jelas mengetahui bahwa hadits itu palsu.
- Bagi
mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memberi tahu kepada orang bahwa
hadits ini adalah palsu (menerangkan kepada mereka sesudah meriwayatkan
atau mebacakannya) maka tidak ada dosa atasnya.
- Mereka
yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka
mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, maka tidak ada dosa
atasnya. Akan tetapi sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau
hadits yang dia ceritakan atau amalkan itu adalah hadits palsu, maka
hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan sedang dari
jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, maka hukumnya tidak boleh
(berdosa - dari Kitab Minhatul Mughiits).
(Sumber Rujukan: Kitab Hadits Dhaif dan Maudhlu -
Muhammad Nashruddin Al-Albany; Kitab Hadits Maudhlu - Ibnu Qoyyim
Al-Jauziyah; Kitab Mengenal Hadits Maudhlu - Muhammad bin Ali Asy-Syaukaaniy;
Kitab Kalimat-kalimat Thoyiib - Ibnu Taimiyah (tahqiq oleh Muhammad Nashruddin
Al-Albany); Kitab Mushtholahul Hadits - A. Hassan)
Demikian tulisan yang dapat penulis sajikan, semoga
bermanfaat di Dunia sampai Akhirat, Amiin.
0 Comments